Keluarga Besar Dewan Pimpinan Daerah Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua turut berduka cita atas musibah tenggelamnya KRI Nanggala 402 di Selat Bali pada hari rabu (21/4/2021).
Doa terbaik untuk 53 prajurit dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan, kesabaran dan kekuatan.
Mereka Tidak Hilang Mereka Juga Tidak Tenggelam Mereka hanya sedang berpatroli untuk Selamanya didalam lautan yang dalam.
Pemuda LDII Jayapura sedang mengikuti penanaman 1000 pohon di lahan kritis kawasan penyangga Cagar Alam Pegunungan Cycloop, Jayapura dalam Cycloop Wana Rally.
Jakarta (22/4). Saban tahun, pada 22 April seluruh dunia merayakan Earth Day atau Hari Bumi Internasional. Tahun ini, tema yang diangkat “Restore Our Earth” atau Pulihkan Bumi Kita. Seperti biasanya, sejak dicanangkan pada 1970, Hari Bumi Internasional selalu mengangkat tema-tema lingkungan yang relevan.
“Hari Bumi selalu menjadi pengingat umat manusia, agar mereka peduli dan melestarikan alam di sekitar tempat tinggal atau lingkungannya, bahkan alam. Karena sebuah ekosistem, termasuk manusia di dalamnya, bakal rusak bila tak dirawat,” ujar Ketua Umum DPP LDII, Chriswanto Santoso.
Chriswanto mengatakan memulihkan bumi bukan hanya karena peduli dengan alam, tetapi karena kita hidup di atasnya, “Kita semua membutuhkan bumi yang sehat untuk mendukung kehidupan dan kelangsungan hidup manusia,” ujarnya.
Bumi yang sehat bukan hanya pilihan tetapi menjadi kebutuhan. Ia menambahkan, bumi yang sehat bukan hanya milik kita tetapi juga milik generasi mendatang, untuk itu wajib kita lestarikan.
Menurut Chriswanto, Hari Bumi yang digagas oleh Senator Amerika Serikat Gaylord Nelson, seorang pengajar lingkungan hidup, pada tahun 1970 memang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap bumi sebagai tempat tinggal umat manusia.
Bumi terus menghadapi pemanasan global, akibat pertumbuhan industri yang tak ramah lingkungan dibarengi dengan deforestasi atau penggundulan hutan.
Cagar Alam Pegunungan Cycloop Jayapura
“Ironi, bila kesejahteraan manusia dibangun di atas penderitaan alam. Terkait deforestasi, LDII telah mencanangkan gerakan Go Green pada lahan-lahan gundul, baik di pesisir maupun pegunungan,” ujar Chriswanto. Di DKI Jakarta, warga LDII Jakarta Selatan, membuat sumur biopori atau sumur resapan untuk menjaga air tanah.
Bagi LDII, menjaga alam adalah bagian dari ibadah, Nabi SAW bersabda, “tidaklah seorang muslim menanam tanaman lalu tanaman itu dimakan manusia, binatang ataupun burung melainkan tanaman itu menjadi sedekah baginya sampai hari kiamat,” ulas Chriswanto menyitir hadist yang diriwayatkan Imam Muslim.
Menurut Guru Besar Institut Pertanian Bogor yang juga Ketua DPP LDII, H. Sudarsono, gerakan peduli lingkungan LDII, juga dibangun melalui pengembangan SDM yang mempunyai pemahaman tentang pentingnya membantu mengatasi berbagai isu lingkungan, “Di provinsi yang telah melaksanakan gerakan Go Green dibentuk tim pemantau – Satgas Go Green, yang bertanggung jawab terhadap pertumbuhan pohon-pohon yang ditanam,” ujar Sudarsono.
Ia mengatakan, LDII telah mencatatkan diri sebagai organisasi masyarakat (Ormas) Islam yang telah mencanangkan isu lingkungan sebagai salah satu fokus perhatian. Dengan gerakan Go Green yang telah dimulai sejak tahun 2008, “LDII telah menanam lebih dari 3,5 juta pohon di seluruh Indonesia dengan tingkat kematian tujuh persen,” ujarnya.
Selain itu, sampah organik dan anorganik juga merupakan masalah penting yang dihadapi oleh penduduk dunia saat ini, terutama di daerah perkotaan. Pengelolaan sampah rumah tangga perkotaan telah menjadi permasalahan berkepanjangan, termasuk di Indonesia.
Warga LDII di Tangerang, Kemal Pasya pendiri Abu & Co telah memulai mengelola sampah di perumahan Bumi Serpong Damai (BSD) lebih dari 20 tahun. Sampah-sampah organik dan anorganik tersebut diolah kembali agar bernilai ekonomi, “Hasilnya berupa bahan daur ulang, briket, kerajinan tangan, magot pakan ternak, hingga arang,” ujar Kemal Pasya. Sampah organik diolah menjadi pupuk, sehingga tidak berakhir di TPA, mencemari lingkungan dan menciptakan polusi bau.
Warga LDII lainnya, Hj Erni Nandang, secara terus menerus mengkampanyekan pemanfaatan sampah daur ulang, untuk dijadikan produk yang bernilai ekonomi melalui berbagai pelatihan yang digagasnya di wilayah Cilacap dan sekitarnya. Untuk upayanya ini, Erni bahkan pernah mendapatkan penghargaan MURI dalam upaya uniknya menciptakan gaun pengantin berbahan baku plastik bekas.
LDII Jayapura mengikuti penanaman pohon di kawasan penyangga Cagar Alam Cycloop dalam Hari Air Sedunia.
Salah satu program kerja LDII, menempatkan lingkungan hidup sebagai fokus utama. Menurut Sudarsono, sampah plastik telah menjadi problema besar karena selain mencemari daratan hingga lautan, karena sangat sulit dan lama terurai.
Bahkan ketika terurai menjadi mikroplastik tetap akan menjadi penyebab masalah lingkungan pada masa mendatang. “Hasil pembakaran plastik bisa dihirup manusia, mikroplastik bisa termakan oleh hewan, yang berpotensi memicu masalah kesehatan,” imbuhnya.
Menurut Sudarsono, DPP LDII telah dan akan terus mendorong pemahaman tentang pentingnya isu lingkungan di lingkup pondok pesantren dan sekolah formal yang bernaung di bawah LDII. Selain itu, instrumen organisasi di tingkat pusat (DPP), provinsi (DPW), kabupaten dan kota (DPD), hingga kecamatan (PC) dan kelurahan (PAC) akan terus didorong untu melaksanakan program penyelamatan lingkungan.
Target LDII adalah mewariskan bumi yang sehat untuk keberlangsungan hidup manusia sehingga mewujudkan rahmatal lil ‘alamiin.
Sementara itu ketua DPD LDII Kabupaten Jayapura, Imam Subekti menyampaikan LDII Jayapura sering bekerjasama maupun bergabung dengan instansi terkait, kelompok pecinta alam (KPA), kelompok konservasi maupun stakeholder lainya dalam rangka menjaga lingkungan dan upaya konsevasi.
“LDII terus berkomitmen menggerakan Go Green sebagai wujud kontribusi terhadap alam, lingkungan, beserta ekosistemnya sehingga kelak bumi bisa terus diwariskan kepada anak cucu untuk kemaslahatan bersama,” tambah Imam Subekti. (dew)
Jakarta (20/4). Setahun lebih pandemi, kini berbagai negara tak lagi fokus kepada pembatasan gerak manusia. Sebagai gantinya, politik vaksin terjadi di berbagai negara. Negara-negara pemilik vaksin menggunakannya sebagai alat penekan. Indonesia yang menjadi negeri untuk pasar vaksin, justru terjebak dalam perdebatan mengenai vaksin produk dalam negeri.
“Vaksin buatan dalam negeri itu ranah saintifik. Bisa diperdebatkan di lingkungan akademisi kedokteran dan kesehatan. Jangan menjadi komoditas ekonomi dan politik, sebab rakyat yang bisa jadi korban,” ujar Ketua Umum DPP LDII Kyai Haji Chriswanto Santoso.
Ia mengingatkan, kebijakan publik menyangkut jiwa manusia dalam hal ini rakyat Indonesia, “Untuk itu, kebijakan mengenai vaksin jangan sampai mengorbankan jiwa manusia dan harus mencerminkan keadilan dan keberadaban,” kata Chriswanto.
Chriswanto meminta ketulusan hati semua pihak dalam penyediaan vaksin. Para intelektual yang berdiri pada pro dan kontra mengenai vaksin, harus membantu pemerintah agar permasalahan vaksin bisa terselesaikan. Termasuk penyediaan vaksin produksi dalam negeri, agar ketergantungan terhadap luar negeri berkurang.
Chriswanto mengajak semua pihak yang terlibat dalam politik vaksin di dalam negeri menengok kembali konstitusi UUD 1945, “Di dalam Pembukaan UUD 1945, negara Indonesia didirikan untuk memenuhi hak-hak konstitusi warga dan melindungi segenap tumpah darah Indonesia,” ujarnya. Bahkan, Pancasila sebagai ideologi negara, menekankan kebijakan publik harus menegakkan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.
Senada dengan Chriswanto, Anggota DPR Komisi VI yang juga warga LDII, Singgih Januratmoko menekankan pentingnya nasionalisme dalam politik vaksin, yang kini jadi bagian dari efek negatif globalisasi. Menurut Singgih, nasionalisme dalam hal ini bukan dalam pengertian yang sempit, yang menganggap bangsa sendiri unggul di atas bangsa lain.
“Nasionalisme yang dibingkai Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika berupa sosio-nasionalisme,” ujar anggota Komisi VI DPR RI Singgih Januratmoko. Politisi Golkar itu menyebut, pandemi menyadarkan bangsa Indonesia mengenai sosio-nasionalisme.
Menurut Singgih sosio-nasionalisme sebagaimana dipaparkan Bung Karno, adalah nasionalisme yang menempatkan seluruh bangsa sederajat, antikolonialisme, dan bersifat humanistik, “Jadi ketika negara-negara maju, cenderung menahan vaksin buatannya tanpa menghiraukan negara-negara lain yang membutuhkan, di sinilah pentinganya sosio-nasionalisme itu,” ujar Singgih.
Menurutnya, pengembangan vaksin harus diupayakan dipercepat tanpa melibatkan kepentingan dan egosektoral, “Ketulusan bangsa ini dalam menciptakan vaksin merupakan bagian dari sosio-nasionalisme,” imbuhnya. Pasalnya, dalam pandangan Singgih, terdapat kecenderungan negara-negara maju, menggunakan vaksin sebagai alat penekan.
“Mereka enggan berbagi dengan alasan kebutuhan dalam negeri mereka juga meningkat. Sementara negara-negara di belahan bumi lain harus melawan Covid-19 tanpa ketercukupan vaksin,” ujarnya.
Covid-19 menunjukkan, bagaimana globalisasi – yang salah satunya juga membawa wabah – juga menjadi tantangan kebangsaan, “Politik vaksin menunjukkan bagaimana globalisasi yang makin luas, juga menciptakan persaingan antarbangsa yang kian tajam,” ujar Singgih.
Masalah vaksin itu, bila dipahami secara sosio-nasionalisme menjadi pengingat pentingnya bangsa Indonesia tak bergantung dengan vaksin dari negara lain.
Jakarta (8/4). Bahasa bukan hanya alat komunikasi, ia memiliki fungsi
yang sangat mendasar dalam membangun sebuah bangsa. Identitas bangsa
bisa dilihat dari bahasa. Bahkan, bahasa menjadi pemersatu untuk
membentuk sebuah negara. Hal tersebut disampaikan Ketua Panitia Pengarah
(SC) Munas IX LDII, Iskandar Siregar.
“Jauh sebelum Indonesia berdiri, pada 1928 para pemuda dalam Kongres
Pemuda sudah menetapkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu,
sebuah negeri yang belum terbentuk yaitu Indonesia,” ujar Iskandar
Siregar. Inilah salah satu keistimewaan Indonesia, yang baru terbentuk
17 tahun kemudian sejak peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
Iskandar mengatakan, Bahasa Indonesia juga hadir sebagai penyelamat
saat Perang Dingin berakhir. Ketika negara-negara Blok Timur terpecah
karena hilangnya tokoh pemersatu, Indonesia tak mengalami hal itu,
“Yugoslavia terpecah karena kehilangan sosok Josip Broz Tito meninggal
dunia. Indonesia pada 1998 dikhawatirkan pecah, tapi Bahasa Indonesia
menjadi pengikat sehingga Indonesia tetap utuh hingga saat ini,” ujar
Iskandar Siregar.
Dalam pandangan Iskandar Siregar bersatunya bangsa Indonesia
merupakan modal dasar pembangunan nasional, “Persatuan tersebut
memerlukan pergerakan sosial. Bukan perjuangan dengan senjata, melainkan
perjuangan dengan politik kebahasaan untuk mewujudkan bangsa Indonesia
bersatu di dalam wilayah NKRI,” paparnya.
Ia lalu menyebut dua tokoh nasional pada era pergerakan Sanusi Pane
dan M. Tabrani. Sanusi Pane yang lahir di Muara Sipongi, Tapanuli
Selatan, Sumatera Utara. Sementara Mohammad Tabrani adalah wartawan asal
Madura. Keduanya menentang usulan Mohammad Yamin yang ingin menjadikan
Bahasa Melayu sebagai bahasa nasional Indonesia.
Berkat jasa keduanya, menurut Iskandar, politik bahasa itu mengikat
keragaman budaya dan adat istiadat. Indonesia menjadi salah satu negara
terunik di dunia, dengan ratusan suku dan bahasa namun terikat secara
batin oleh Bahasa Indonesia, “Berkat jasa keduanya, seluruh elemen
bangsa mampu memelihara Indonesia dan terus berkarya demi kesejahteraan
rakyat Indonesia. Sebagaimana cita-cita para pendiri bangsa,” ujar
Iskandar.
Namun menjadi bangsa yang merdeka dan bersatu bukannya tanpa
tantangan, “Bahasa sebagai produk budaya menghadapi benturan akibat
budaya global. Untuk itu kita perlu mengutamakan bahasa Indonesia,
melestarikan bahasa daerah, dan menguasai bahasa asing,” ujarnya. Dengan
cara itulah, menurut Iskandar Siregar, Indonesia menjaga kemerdekaan
dan independensinya.
Selagi bahasa Indonesia masih menjadi bahasa pemersatu di nusantara
ini, maka bangsa Indonesia masih terjaga eksistensinya. Untuk itu, LDII
mendukung Sanusi Pane dan Mohammad Tabrani sebagai pahlawan nasional,
perintis dan pejuang bahasa nasional Indonesia “Bagi warga LDII Mereka
adalah pahlawan nasional di bidang bahasa, atau pahlawan bahasa yang
jasanya bisa dinikmati hingga kini,” ujarnya.
Munas IX LDII mewujudkan dukungan itu, dengan mengumpulkan tanda
tangan dari para peserta, “Kami berharap, kedua tokoh bahasa yang
mendedikasikan hidupnya melestarikan bahasa Indonesia itu menjadi
pahlawan nasional,” tutup Iskandar Siregar.
Jakarta (8/4). Suhajar Diantoro, pembicara yang hadir pada MUNAS IX
LDII (8/4) ini mengatakan bahwa, “Arah hukum politik negara Indonesia
menempatkan kedaulatan rakyat sebagai nilai, karakter, semangat, dan
sejajar dengan kedaulatan hukum adalah kata kunci Indonesia dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.”
Acara Munas ke-IX tahun ini, DPP LDII menggelar selama dua hari di
Pondok Pesantren Minhajurosyiddin, Jakarta dan dihadiri oleh perwakilan
dari 34 Propinsi baik secara daring maupun luring.
Mengenai potensi Indonesia, Suhajar Diantoro yang juga merupakan staf
ahli Mendagri Bidang Pemerintahan menjelaskan, berdasarkan kondisi
geografis, Indonesia merupakan negara terluas dan juga penduduk
terbanyak ke-4 di dunia. Pada 24 Januari lalu, penduduk Indonesia
berjumlah 271.342.880 juta dengan mayoritas beragama Islam, makanya
perlu pemahaman lebih mengenai kedaulatan negara.
“Negara yang besar dengan potensi luar biasa dan juga masalah yang
besar, ini yang harus dipahami. Dalam sejarah negara-negara besar,
menjaga suatu negara adalah sebuah pekerjaan yang luar biasa beratnya
tetapi sangat mulia,” kata Suhajar.
Bangsa Indonesia perlu tahu bagaimana memiliki sikap bernegara,
karena Indonesia menganut demokrasi konstitusional yang mempertemukan
paham kedaulatan rakyat dengan kedaulatan hukum. “Jadi, sekiranya arah
pembangunan politik negara kita menempatkan kedaulatan rakyat sebagai
karakter, semangat, nilai tetapi juga disejajarkan dengan kedaulatan
hukum,” ia menekankan.
Suhajar mengatakan setiap pelaksanaan program kebijakan pemerintah
maupun organisasi maka indikator pertama, perlu menentukan kedaulatan
rakyat. Kedua, menentukan kepastian hukum yang layak dijalankan sesuai
indikator sistem politik Indonesia.
“Maka dari itu yang kita jadikan dasar dan dituangkan dalam
konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 untuk mencapai tujuan bernegara
yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara, artinya organisasi
kemasyarakatan tujuannyabermuara kepada tiga hal ini,” tegas Suhajar.
Suhajar juga menyampaikan pandangan Tito Karnavian sebagai Mendagri
mengenai kebebasan berserikat dan berkumpul, itu tidak bersifat absolut
atau mutlak. Suhajar mengatakan, “Ada 4 batasan penting, yakni harus
menghargai hak-hak asasi orang lain, menjaga ketertiban umum atau
ketertiban publik, mengindahkan etika moral, serta harus menjaga apa
yang disebut dalam ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights)
yaitu menjaga keamanan nasional seperti tertulis dalam UU No. 9 Tahun
1998 yakni menjaga kesatuan dan persatuan bangsa,” katanya.
Ambiguitas Krisis Kepercayaan Menjadi Tantangan Bangsa Indonesia
Tantangan mutakhir bangsa pasca reformasi berbagai hambatan dan
ancaman yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini masih tetap merintangi
perjalanan bangsa Indonesia dalam mewujudkan integrasi nasional.
Adapun ancaman bangsa saat ini seperti korupsi, radikal, terorisme,
penyalahgunaan narkoba, intoleransi, disorder: salah mengartikan makna
kebebasan dan demokrasi, degradasi moral bangsa: penurunan semangat
kekeluargaan dan gotong royong, potensi konflik sosial
(horizontal/vertikal), globalisasi dan penyalahgunaan medsos (media
sosial), serta krisis kepercayaaan.
Suhajar mengatakan, “Krisis kepercayaan ini juga kadang-kadang
ambigu, karena di zaman ini disebut juga perubahan yang cepat dengan
skala besar harus ada antisipasi semua orang termasuk organisasi
kemasyarakatan, terutama LDII, Kedua ketidakpastian sekarang mewarnai
kehidupan, jadi hari ini jika sebuah konsep dinyatakan benar dalam waktu
singkat belum diketahui semua itu benar.”
Dalam kehidupan sehari-hari, jadi kebenaran yang mutlak itu ada di
dalam kitab suci dan hadist Rasulullah, yang lain semua itu bisa
diperdebatkan. “Karena itu semua di muka bumi ini, selain dua hal
tersebut tidak ada kebenaran yang mutlak, tidak ada yang boleh
memonopoli kebenaran. Juga dengan banyaknya faktor-faktor yang tidak
bisa kita kontrol, faktor internal, tiga hal ini menjadi lingkungan
strategis eksternal yang harus diantisipasi oleh organisasi termasuk
organisasi kemasyarakatan,” tutur Suhajar.
“Ormas Islam berperan dalam konsensus kebangsaan, antara lain: NKRI,
Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD 1945, kalau kata tentara, empat
hal ini, harga mati,” tutur Suhajar.
Peran ormas di dalam masa pandemi yang sangat penting adalah mengedukasi umat untuk mematuhi prokes dan melawan hoax,
memperkokoh ekonomi umat lewat pemberdayaan masyarakat, memberi masukan
kepada pemerintah dalam menghadapi masalah keumatan terkait pandemi.
“Berbicara soal kesatuan dan persatuan intinya adalah Pancasila,” kata Suhajar.
Ia menganalogikan, seperti Jerman dan Inggris relatif satu bahasa.
Atau seperti Australia, Srilanka, dan Singapura memiliki kesamaan
daratan. Begitu pula dengan Jepang, Korea, China menjadi satu rumpun
karena kesamaan ras. Sebaliknya, Indonesia adalah negara yang berdiri
diatas keberagaman, wilayahnya terdiri dari 17.000 pulau, penduduknya
terdiri dari 1.340 suku bangsa, dan memiliki 700 bahasa atas dasar
itulah Pancasila dipilih sebagai landasan ideologi negara.
Pancasila merupakan ikhtiar untuk menghadirkan Islam yang rahmatan lil alamin
dalam konteks penerapannya secara substansialitas dalam kehidupan
sehari-hari indonesia. “Islam, kemerdekaan, dan Pancasila adalah satu
tarikan nafas dalam ketunggalan,” tutur Suhajar.(Yuli/LINES)
Jakarta (7/4). Menparekraf Sandiaga Uno menyampaikan apresiasi atas
kontribusi aktif LDII di sejumlah bidang pada MUNAS IX LDII 2021 kemarin
(7/4) dalam tayangan singkat di ponpes Minhaajurrosyidin, Jakarta
Timur. Menurutnya, LDII tidak hanya bergerak di bidang dakwah semata,
tapi juga ekonomi kreatif, dan pariwisata UMKM.
Kemenparekraf telah mengupayakan pemulihan lini ekonomi dari
pariwisatanya, ada satu pencerahan dari pandemi ini, yakni perlunya
ambil peluang dengan dibangunnya aplikasi digitalisasi yang
terintegrasi.
“Di tengah pembatasan mobilitas, justru belanja online tumbuh. Di tengah sepinya pedesaan, justru malah menggagas desa2 wisata yang memiliki kearifan budaya lokal. Community base tourism tumbuh di tengah pandemi ini. Kuliner dengan digitalisasi tumbuh di masyarakat terutama anak muda,” ujarnya.
Kemenparekraf rencananya akan melakukan koordinasi dengan LDII dan stakeholder
lain kedepannya. Lebih dari 34 juta masyarakat indonesia bergantung
dari pariwisata karena banyak yang dirumahkan. Ia berharap LDII punya
program yang terkait dengan pemerintah, berkoordinasi, kerjasama agar
tercipta baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur.
Indra Cahya Uno yang hadir sebagai pembicara pada acara itu
menambahkan, salah satu yang dilakukan dalam membangkitkan kembali
ekonomi pariwisata dari ekonomi kreatif yakni dengan produktif.
“Kontribusi konkritnya sederhana, memastikan tidak masuk dalam kategori
pengangguran.
Tentunya yang tergabung adalah orang-orang produktif, bisa menghidupi diri sendiri, tidak bergantung pada orang lain,” ujarnya.
Indonesia juara pengangguran karena ketiadaan akses untuk pekerjaan
itu. Ironis, lulusan SMK banyak memberi angka pengangguran, padahal
setiap lulusannya dicetak untuk memasuki dunia kerja.
“Dalam 10 tahun terakhir belum mengurangi pengangguran di usia muda, tertinggi di Asia Tenggara,” ujarnya.
Kemenparekraf memiliki solusi untuk melakukan pelatihan individu atas
setiap usaha. Begitu lulus, harapannya punya skill dan infrastruktur
dan ekosistem mengenai penghasilan hidupnya.
“Lulusan itu mampu memproduksi barang sendiri atau jasa, atau menjadi
salah satu mata rantai distribusi itu. Maksudnya menciptakan lapangan
kerja diri sendiri,” kata Indra.
Setiap individu terutama pemuda diharapkan mampu mendapatkan dan
menciptakan penghasilan. “Inilah yang disebut kewirausahaan. Semua orang
diminta untuk menjadi mentor nantinya,” pungkas
Indra.(Wicak/Tami/LINES)
Jakarta (8/4). Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi membuka Musyawarah Nasional (Munas) IX LDII, yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Minhaajurrosyidiin, Jakarta Timur pada Rabu (7/4). Presiden mengingatkan Ormas Islam untuk mengembangkan dan melaksanakan moderasi beragama.
Jakarta (7/4) – Direktur Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan
RI dr. Wiendra Waworuntu, M.Kes mengatakan bahwa obat tradisional (OT)
merupakan warisan budaya bangsa yang dapat dimanfaatkan untuk kesehatan
sebagai salah satu kearifan lokal (local wisdom).
“Obat tradisional dapat digunakan sebagai pelengkap atau komplementer
dari pengobatan terstandar serta sebagai pengganti pada keadaan dimana
obat konvensional tidak dapat digunakan,” ujarnya saat memberikan
pembekalan “Pemanfaatan Obat Tradisional (Ramuan Herbal Lokal) dalam
Kedaruratan Kesehatan” pada Munas IX LDII tanggal 7 April 2021 yang
dimoderatori oleh Prof. Sudarsono.
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian, atau campuran dari
bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk
pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat.
Wiendra menjelaskan bahwa prinsipnya, OT diterapkan dengan mengacu
pada kepentingan terbaik pasien. “Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
menetapkan jenis obat tradisional yang digunakan. Obat tradisional
harus aman, berkhasiat dan bermutu. Gunakan OT yang teregisterasi Badan
POM,” jelasnya.
Obat tradisional yang bersumber dari hewan harus memiliki sertifikasi
halal. “Tidak dalam bentuk simplisia, kecuali dalam rangka penelitian
berbasis pelayanan. Tidak boleh digunakan dalam keadaan kegawat
daruratan dan keadaan yang potensial membahayakan,” ungkap alumnus
Kedokteran UGM ini.
Bentuk pemanfaatan OT dibagi menjadi dua, yaitu pada fasilitas
pelayanan kesehatan (Fasyankes) dan pada masyarakat. Pada Fasyankes, OT
terbagi menjadi tiga, yaitu jamu, Obat Herbal Terstandar (OHT) dan
fitofarmaka dengan syarat memiliki izin edar Badan POM, kondisi kemasan
dalam keadaan baik dan bentuk fisik dalam keadaan baik.
“Jamu memiliki khasiat berdasarkan pengalaman turun temurun secara
tradisional. Obat herbal terstandar memiliki khasiat berdasarkan uji
farmakologi dan uji toksisitas pada hewan uji. Fitofarmaka memiliki
khasiat berdasarkan uji farmakologis, uji toksisitas pada hewan uji dan
uji klinis pada manusia,” jelasnya.
Pada masyarakat, OT terdiri dari obat herbal (jamu), makanan (sop
kelor, keripik pegagan), minuman (jamu), dan ramuan topical (lulur, obat
oles/salep). Bertujuan meningkatkan daya tahan tubuh agar tidak mudah
sakit. Mencegah penyakit atau risiko kesehatan. Mengatasi keluhan
kesehatan ringan. pemulihan dan perawatan kesehatan, meningkatkan
kesehatan dan kebugaran.
Terkait kondisi pandemi Covid-19, pemerintah telah mengeluarkan surat
edaran No. HK.02.02/IV.2243/2020 tentang Pemanfaatan Obat Tradisional
untuk Pemeliharaan Kesehatan, Pencegahan Penyakit, dan Perawatan
Kesehatan.
Dalam rangka memberdayakan dan mendorong peran aktif masyarakat dalam
upaya pengembangan kesehatan tradisional perlu mengarahkan agar
masyarakat dapat melakukan perawatan kesehatan secara mandiri dan benar
melalui pemanfaatan tanaman obat sebagai obat tradisional berupa jamu,
OHT, dan fitofarmaka.
Pemanfaatan obat tradisional tersebut sebagai upaya untuk
pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit dan perawatan kesehatan
termasuk pada masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan/atau Bencana
Nasional Covid-19.(fredi/LINES)
akarta (7/4). Ketua Umum DPP LDII Ir. H. Chriswanto Santoso M.Sc
menyampaikan laporan pertanggung jawaban kepengurusan LDII masa bakti
2016-2021. Dalam penyampaiannya, Chriswanto mengedepankan beberapa hal
dengan tujuan revitalisasi dan penajaman program kerja sebelumnya.
Laporan tersebut disampaikan dalam Munas IX 2021 yang digelar DPP
LDII pada 7-8 April 2021 di Pondok Pesantren Minhajurrosyidin, Jakarta
Timur. Munas IX LDII dihelat dalam rangka menentukan langkah kontribusi
LDII lima tahun kedepan kepada masyarakat umum dan menghadapi bonus
demografi 2030 mendatang.
Dalam laporan itu, Chriswanto menjelaskan bahwa selama masa bakti
2016-2021, DPP LDII telah melaksanakan visi-misi yang dituangkan dalam
konstitusi organisasi LDII program ‘Profesional Religius’. “Cara
tersebut adalah sebagai kesamaan pikir serta gerak dan langkah dalam
menjalankan organisasi dan keseharian kita dalam berbangsa, bernegara,
dan bermasyarakat,” kata Chriswanto.
Seperti pada momen Rakernas LDII 2018 lalu, DPP LDII bekerja keras
untuk berkontribusi untuk bangsa dengan memfokuskan pada delapan program
pokok yang berfokus pada delapan bidang pengabdian LDII untuk bangsa.
Pertama, Wawasan Kebangsaan, yaitu program yang bertujuan selalu
mendorong Pancasila sebagai dasar negara. LDII mengusulkan agar lembaga
yang terkait dapat melakukan upaya perawatan Bahasa Indonesia yang perlu
dikembangkan sebagai salah satu instrumen pertahanan bangsa
non-militer. “Bahasa sebagai bagian pemersatu NKRI tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan keseharian manusia Indonesia,” kata
Chriswanto.
Kedua, Bidang Keagamaan, yaitu program yang bertujuan untuk membentuk karakter warga negara menjadi umat Islam yang muttabi.
Sehingga kerukunan kehidupan antar umat beragama baik intra maupun
antar agama dan antar pribadi-pribadi pemeluknya dapat terselenggara
dengan baik sesuai dengan amanah nilai Pancasila.
Ketiga, Bidang Pendidikan, yaitu program yang bertujuan untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan umum dan
pengembangan keterampilan profesi. Pembentukan karakter bangsa dimulai
dari sejak dini hingga usia dewasa dengan mengedepankan 6 nilai tabiat
atau kebiasaan luhur yaitu jujur, amanah, kerja keras, hemat, rukun,
kompak, dan bisa bekerjasama dalam kebaikan.
“Sedangkan dalam bidang keterampilan profesi LDII mengusulkan perlu
adanya peningkatan keterampilan dalam penggunaan teknologi mutakhir
terutama pada bidang pangan/pertanian, energi dan industri untuk
menyongsong era industri 4.0,” ucap Chriswanto.
Keempat, Bidang Ekonomi, yaitu program yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas SDM dan pengembangan kelembagaan ekonomi-keuangan
yang berbasis bagi-hasil atau ekonomi-keuangan syariah serta
pengembangan ekonomi digital. Lembaga keuangan mikro syariah dapat
menjadi supporting system dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas dari UMKM dalam skenario jangka panjang.
Kelima, Bidang Kesehatan, yaitu program yang bertujuan untuk
mengembangkan sistem pengobatan berbasis herbal untuk memanfaatkan
keanekaragaman sumber daya hayati. Sehingga perlu mendapat dukungan yang
luas dari segenap masyarakat dan pemerintah. “Untuk itu, LDII
mengupayakan penerapan dan pengembangan tanaman obat berbasis satuan
keluarga maupun komunitas perlu ditingkatkan pelaksanaannya dengan baik
dan terkelola sesuai persyaratan higienitas legal sekaligus memenuhi
persyaratan akademik,” jelas Chriswanto.
Keenam, Bidang Pertanian dan Lingkungan Hidup, yaitu program yang
bertujuan untuk mengembangkan sistim pertanian lahan dan aplikasi
teknologi mutakhir dalam bidang bioteknologi pertanian dan mendapat
dukungan dengan teknologi pertanian 4.0. Peningkatan kesadaran
ketersediaan pangan berkelanjutan juga diperlukan untuk menjamin
terwujudnya penyediaan pangan berkelanjutan secara simultan.
Ketujuh, Pengembangan Kemampuan Pendayagunaan Teknologi 4.0, yaitu
program yang bertujuan untuk mengembangkan teknologi di abad 21 untuk
meningkatkan daya survival bangsa sehingga dapat terjaga secara
berkelanjutan. Untuk itu LDII memiliki pandangan, mengupayakannya dengan
melibatkan rakyat dan negara untuk meningkatkan kapasitas masyarakat
dalam mendayagunakan teknologi secara benar dan produktif.
Kedelapan, Energi Baru Terbarukan, yaitu program yang bertujuan untuk
mengembangkan sumber energi baru terbarukan yang bukan tergolong dalam
komoditas biasa atau umum dipakai. Sehingga diperlukan rencana lebih
matang terkait pendayagunaan energi terbarukan tersebut.
Berjalannya kedelapan bidang kontribusi LDII tersebut, juga
menyesuaikan dengan kondisi pandemi Covid-19 saat ini. DPP LDII berupaya
semaksimal mungkin untuk bangkit dari dampak wabah penyakit Covid-19.
Digelarnya Rapimnas LDII pada Agustus 2020 lalu, LDII meneruskan
perjuangan organisasi secara daring yang dibuka secara resmi oleh
Menteri Agama RI periode sebelumnya, Jenderal TNI Purn Fachrul Razi
dengan mengusung tema ‘Kontribusi Keberlanjutan LDII untuk Indonesia
Bangkit dan Maju’ hingga akhir masa bakti tahun 2021 ini.
Di akhir penyampaiannya, Chriswanto sangat bersyukur dan
mengapresiasi hasil kerja dan kiprah dari seluruh warga LDII untuk
membangun negeri melalui DPP LDII. Harapannya laporan ini dapat menjadi
bahan perbaikan di masa depan dengan cara mengembangkan di bidangnya
masing-masing.(Dzul/LINES)
Ketua Umum DPP LDII Ir. KH. Chriswanto Santoso, M.Sc
Jakarta (7/4). Ketua Umum DPP LDII KH. Chriswanto Santoso mengatakan
bahwa berfikir dan bekerja keras secara gotong royong dari seluruh
komponen bangsa serta mempraktikkan kerja kreatif, inovatif dan out of the box jadi kunci penanganan pandemi Covid-19.
“Beratnya permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah akibat pandemi
Covid-19 yang masih berlanjut sampai sekarang benar-benar memukul mundur
capaian target pembangunan berbagai sektor, khususnya kesehatan dan
perekonomian. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia turun drastis sehingga
pengangguran meningkat mengakibatkan kemiskinan dan jumlah penduduk yang
meninggal dikarenakan Covid-19 cukup membuat kita bersedih,” ujar
Chriswanto saat memberikan sambutan saat acara Munas IX DPP LDII Tahun
2021 pada Rabu, 7 April 2021 yang dilaksanakan di Pondok Pesantren
Minhajurrosyidin, Jakarta.
Munas IX LDII diikuti oleh 3.750 orang peserta dan peninjau yang
berasal dari seluruh provinsi, kabupaten dan kota di seluruh Indonesia,
baik hadir secara luring maupun daring. Munas IX LDII dibuka langsung
oleh Presiden Jokowi, yang dihadiri oleh Menteri Agama Yaqut Cholil
Qoumas, Menteri Sekretaris Negara Prof. Pratikno, pimpinan dan anggota
DPR RI, First Secretary Kedubes Singapore Linux Wong, pimpinan ormas-ormas Islam, dan pimpinan instansi pemerintah.
LDII sangat merasakan dan berempati terhadap permasalahan bangsa yang
terjadi, untuk itu LDII mengajak kita semua berpikir dan bekerja keras
agar target pembangunan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Hal tersebut melatarbelakangi LDII untuk segera melaksanakan Munas.
“Personil LDII yang baru harus segera ditetapkan agar LDII dapat
berkontribusi dengan cara baru yang kreatif, inovatif, dan egile atau lebih cepat,” ujarnya.
Dengan kepengurusan baru dan sumber daya manusia (SDM) baru inilah,
diharapkan kontribusi maksimal dalam membantu pemerintah untuk bangkit
dan maju di era pandemi ini dapat terwujud.
Sejalan dengan konteks di atas, maka Musyawarah Nasional (Munas) IX
Lembaga Dakwah Islam Indonesia Tahun 2021 mengambil tema “Penguatan SDM
Profesional Religius Untuk Ketahanan dan Kemandirian Bangsa Menuju
Indonesia Maju”. Melalui tema ini, LDII akan melakukan penguatan
organisasi agar lebih agile, lebih cepat, lebih ulet, lebih trengginas.
Caranya yaitu dengan memperkuat SDM profesional religius pada seluruh
jajaran organisasi kelak, sehingga kontribusi LDII kepada pemerintah
dapat meningkatkan secara lebih signifikan.
“Melalui SDM yang profesional religius itulah, kami berharap
penanganan terhadap delapan program yang selama ini telah
dikontribusikan terhadap pembangunan bangsa, dapat dikelola secara lebih
kontekstual, lebih sesuai dengan kondisi di era pandemi ini, dan
hasilnya dapat lebih cepat dirasakan oleh masyarakat,” ungkap
Chriswanto.
Pertama, Kebangsaan, yaitu program yang bertujuan membangun
nasionalisme agar persatuan dan kesatuan bangsa dapat lebih terjaga,
termasuk mencintai produk bangsa sendiri. Sebagai Lembaga Dakwah Islam,
LDII selama ini telah menempatkan program kebangsaan sebagai program
utama, karena bagaimanapun juga persatuan dan kesatuan bangsa adalah
modal utama sekaligus prasyarat untuk menjalankan program-program yang
lainnya
Kedua Keagamaan, yaitu program yang bertujuan meningkatkan nilai
religiusitas bagi umat Islam, termasuk didalam membangun toleransi
beragama.
Ketiga, Pendidikan, yaitu program yang mendorong agar pendidikan
karakter, khususnya karakter professional religius, dapat dijadikan
sebagai life-long education, atau pendidikan sepanjang hayat.
Keempat, Ekonomi, yaitu program yang mendorong ekonomi syariah,
termasuk percepatan pemulihan dan membangkitkan kembali ekonomi di era
pandemi ini.
Kelima, Pangan dan Lingkungan Hidup, yaitu program yang bertujuan
untuk membangun kemandirian pangan dengan tetap memperhatikan
kelestarian lingkungan hidup,
Keenam Kesehatan, yaitu suatu program yang bertujuan mendorong
penggunaan obat tradisional atau herbal secara meluas terlebih pada
kondisi kedarutan kesehatan.
Ketujuh Teknologi Digital, yaitu suatu program yang bertujuan untuk
meningkatkan pemanfaatan teknologi digital dalam berbagai bidang
pembangunan.
Dan kedelepan, Energi Baru Terbarukan, yaitu suatu program untuk
mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan untuk mengurangi
ketergantungan terhadap energi fosil, termasuk untuk mengurangi emisi
karbon guna mengurangi efek rumah kaca.
“Kedelapan program tersebut di atas bukannya baru perencanaan, akan
tetapi LDII telah berbuat dengan membuat beberapa pilot project di
beberapa daerah sesuai kondisi keunggulan daerah tersebut,” tutup
Chriswanto.(F/L/I/Lines)