Jakarta (7/4) – Direktur Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI dr. Wiendra Waworuntu, M.Kes mengatakan bahwa obat tradisional (OT) merupakan warisan budaya bangsa yang dapat dimanfaatkan untuk kesehatan sebagai salah satu kearifan lokal (local wisdom).
“Obat tradisional dapat digunakan sebagai pelengkap atau komplementer dari pengobatan terstandar serta sebagai pengganti pada keadaan dimana obat konvensional tidak dapat digunakan,” ujarnya saat memberikan pembekalan “Pemanfaatan Obat Tradisional (Ramuan Herbal Lokal) dalam Kedaruratan Kesehatan” pada Munas IX LDII tanggal 7 April 2021 yang dimoderatori oleh Prof. Sudarsono.
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian, atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Wiendra menjelaskan bahwa prinsipnya, OT diterapkan dengan mengacu pada kepentingan terbaik pasien. “Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan menetapkan jenis obat tradisional yang digunakan. Obat tradisional harus aman, berkhasiat dan bermutu. Gunakan OT yang teregisterasi Badan POM,” jelasnya.
Obat tradisional yang bersumber dari hewan harus memiliki sertifikasi halal. “Tidak dalam bentuk simplisia, kecuali dalam rangka penelitian berbasis pelayanan. Tidak boleh digunakan dalam keadaan kegawat daruratan dan keadaan yang potensial membahayakan,” ungkap alumnus Kedokteran UGM ini.
Bentuk pemanfaatan OT dibagi menjadi dua, yaitu pada fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) dan pada masyarakat. Pada Fasyankes, OT terbagi menjadi tiga, yaitu jamu, Obat Herbal Terstandar (OHT) dan fitofarmaka dengan syarat memiliki izin edar Badan POM, kondisi kemasan dalam keadaan baik dan bentuk fisik dalam keadaan baik.
“Jamu memiliki khasiat berdasarkan pengalaman turun temurun secara tradisional. Obat herbal terstandar memiliki khasiat berdasarkan uji farmakologi dan uji toksisitas pada hewan uji. Fitofarmaka memiliki khasiat berdasarkan uji farmakologis, uji toksisitas pada hewan uji dan uji klinis pada manusia,” jelasnya.
Pada masyarakat, OT terdiri dari obat herbal (jamu), makanan (sop kelor, keripik pegagan), minuman (jamu), dan ramuan topical (lulur, obat oles/salep). Bertujuan meningkatkan daya tahan tubuh agar tidak mudah sakit. Mencegah penyakit atau risiko kesehatan. Mengatasi keluhan kesehatan ringan. pemulihan dan perawatan kesehatan, meningkatkan kesehatan dan kebugaran.
Terkait kondisi pandemi Covid-19, pemerintah telah mengeluarkan surat edaran No. HK.02.02/IV.2243/2020 tentang Pemanfaatan Obat Tradisional untuk Pemeliharaan Kesehatan, Pencegahan Penyakit, dan Perawatan Kesehatan.
Dalam rangka memberdayakan dan mendorong peran aktif masyarakat dalam upaya pengembangan kesehatan tradisional perlu mengarahkan agar masyarakat dapat melakukan perawatan kesehatan secara mandiri dan benar melalui pemanfaatan tanaman obat sebagai obat tradisional berupa jamu, OHT, dan fitofarmaka.
Pemanfaatan obat tradisional tersebut sebagai upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit dan perawatan kesehatan termasuk pada masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan/atau Bencana Nasional Covid-19.(fredi/LINES)