Kemendagri: Kedaulatan Rakyat dan Hukum Adalah Kunci Bernegara

Uncategorized

Jakarta (8/4). Suhajar Diantoro, pembicara yang hadir pada MUNAS IX LDII (8/4) ini mengatakan bahwa, “Arah hukum politik negara Indonesia menempatkan kedaulatan rakyat sebagai nilai, karakter, semangat, dan sejajar dengan kedaulatan hukum adalah kata kunci Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.”  

Acara Munas ke-IX tahun ini, DPP LDII menggelar selama dua hari di Pondok Pesantren Minhajurosyiddin, Jakarta dan dihadiri oleh perwakilan dari 34 Propinsi baik secara daring maupun luring.

Mengenai potensi Indonesia, Suhajar Diantoro yang juga merupakan staf ahli Mendagri Bidang Pemerintahan menjelaskan, berdasarkan kondisi geografis, Indonesia merupakan negara terluas dan juga penduduk terbanyak ke-4  di dunia. Pada 24 Januari lalu, penduduk Indonesia berjumlah 271.342.880 juta dengan mayoritas beragama Islam, makanya perlu pemahaman lebih mengenai kedaulatan negara.

“Negara yang besar dengan potensi luar biasa dan juga masalah yang besar, ini yang harus dipahami. Dalam sejarah negara-negara besar, menjaga suatu negara adalah sebuah pekerjaan yang luar biasa beratnya tetapi sangat mulia,” kata Suhajar.

Bangsa Indonesia perlu tahu bagaimana memiliki sikap bernegara, karena Indonesia menganut demokrasi konstitusional yang mempertemukan paham kedaulatan rakyat dengan kedaulatan hukum. “Jadi, sekiranya arah pembangunan politik negara kita menempatkan kedaulatan rakyat sebagai karakter, semangat, nilai tetapi juga disejajarkan dengan kedaulatan hukum,” ia menekankan.

Suhajar mengatakan setiap pelaksanaan program kebijakan pemerintah maupun organisasi maka indikator pertama, perlu menentukan kedaulatan rakyat. Kedua, menentukan kepastian hukum yang layak dijalankan sesuai indikator sistem politik Indonesia. 

“Maka dari itu yang kita jadikan dasar dan dituangkan dalam konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 untuk mencapai tujuan bernegara yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara, artinya organisasi kemasyarakatan tujuannyabermuara kepada tiga hal ini,” tegas Suhajar.

Suhajar juga menyampaikan pandangan Tito Karnavian sebagai Mendagri mengenai kebebasan berserikat dan berkumpul, itu tidak bersifat absolut atau mutlak. Suhajar mengatakan, “Ada 4 batasan penting, yakni harus menghargai hak-hak asasi orang lain, menjaga ketertiban umum atau ketertiban publik, mengindahkan etika moral, serta harus menjaga apa yang disebut dalam ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights) yaitu menjaga keamanan nasional  seperti tertulis dalam UU No. 9 Tahun 1998 yakni menjaga kesatuan dan persatuan bangsa,” katanya.

Ambiguitas Krisis Kepercayaan Menjadi Tantangan Bangsa Indonesia

Tantangan mutakhir bangsa pasca reformasi berbagai hambatan dan ancaman yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini masih tetap merintangi perjalanan bangsa Indonesia dalam mewujudkan integrasi nasional. 

Adapun ancaman bangsa saat ini seperti korupsi, radikal, terorisme, penyalahgunaan narkoba, intoleransi, disorder: salah mengartikan makna kebebasan dan demokrasi, degradasi moral bangsa: penurunan semangat kekeluargaan dan gotong royong, potensi konflik sosial (horizontal/vertikal), globalisasi dan penyalahgunaan medsos (media sosial), serta krisis kepercayaaan.

Suhajar mengatakan, “Krisis kepercayaan ini juga kadang-kadang ambigu, karena di zaman ini disebut juga perubahan yang cepat dengan skala besar harus ada antisipasi semua orang termasuk organisasi kemasyarakatan, terutama LDII, Kedua ketidakpastian sekarang mewarnai kehidupan, jadi hari ini jika sebuah konsep dinyatakan benar dalam waktu singkat belum diketahui semua itu benar.”

Dalam kehidupan sehari-hari, jadi kebenaran yang mutlak itu ada di dalam kitab suci dan hadist Rasulullah, yang lain semua itu bisa diperdebatkan. “Karena itu semua di muka bumi ini, selain dua hal tersebut tidak ada kebenaran yang mutlak, tidak ada yang boleh memonopoli kebenaran. Juga dengan banyaknya faktor-faktor yang tidak bisa kita kontrol, faktor internal, tiga hal ini menjadi lingkungan strategis eksternal yang harus diantisipasi oleh organisasi termasuk organisasi kemasyarakatan,” tutur Suhajar.

“Ormas Islam berperan dalam konsensus kebangsaan, antara lain: NKRI, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD 1945,  kalau kata tentara, empat hal ini, harga mati,” tutur Suhajar.

Peran ormas di dalam masa pandemi yang sangat penting adalah mengedukasi umat untuk mematuhi prokes dan melawan hoax, memperkokoh ekonomi umat lewat pemberdayaan masyarakat, memberi masukan kepada pemerintah dalam menghadapi masalah keumatan terkait pandemi.

“Berbicara soal kesatuan dan persatuan intinya adalah Pancasila,” kata Suhajar.

Ia menganalogikan, seperti Jerman dan Inggris relatif satu bahasa. Atau seperti Australia, Srilanka, dan Singapura memiliki kesamaan daratan. Begitu pula dengan Jepang, Korea, China menjadi satu rumpun karena kesamaan ras. Sebaliknya, Indonesia adalah negara yang berdiri diatas keberagaman, wilayahnya terdiri dari 17.000 pulau, penduduknya terdiri dari 1.340 suku bangsa, dan memiliki  700 bahasa atas dasar itulah Pancasila dipilih sebagai landasan ideologi negara.

Pancasila merupakan ikhtiar untuk menghadirkan Islam yang rahmatan lil alamin dalam konteks penerapannya secara substansialitas dalam kehidupan sehari-hari indonesia. “Islam, kemerdekaan, dan Pancasila adalah satu tarikan nafas dalam ketunggalan,” tutur Suhajar.(Yuli/LINES)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *